PENGERTIAN, UNSUR, CIRI, SIFAT, FUNGSI, DAN TUJUAN
HUKUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adalah sebuah perkara yang selalu diucapkan oleh setiap golongan yang
memiliki latar belakang yang berlainan; seperti ulama misalnya berkata “hukum
solat adalah wajib”, atau seorang guru yang berkata pada muridnya “barangsiapa
yang datang lambat akan dihukum berdiri selama satu jam”. Tidak luput dari
ucapan seorang filosof yang berkata “hukum alam sudah menentukan hal tersebut”.
Akan tetapi, dari sekian orang yang mendengar kata-kata tersebut, sangat jarang
yang mengerti apakah hukum itu sebenarnya, serta berbagai sosok yang
berhubungan dengannya.
Agar dapat memahami apakah hukum itu, setiap perkara yang berkaitan dengan
hukum itu haruslah diteliti, seperti unsur, ciri-ciri, sifat, fungsi, dan yang
paling penting adalah tujuan dari wujudnya hukum tersebut.
Dengan mengetahui perkara-perkara ini, hukum dapat dimaknai dengan makna yang
sebenarnya sehingga tidak akan menyisakan keraguan akan keberadaannya dari segi
kenapa manusia perlu hukum.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus masalah yang akan dibahas adalah
sebagai berikut:
1. Pengertian dari hukum.
2. Unsur-unsur, ciri-ciri, serta sifat dari hukum.
3. Fungsi dan Tujuan bagi hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum
Kata hukum secara etimologis biasa diterjemahkan dengan kata ‘law’ (Inggris),
‘recht’ (Belanda), ‘loi atau droit’ (Francis), ‘ius’ (Latin), ‘derecto’
(Spanyol), ‘dirrito’ (Italia).[1]
Dalam bahasa Indonesia, kata hukum diambil dari bahasa Arab[2]
yaitu “حكم – يحكم – حكما”, yang berarti “قضى و فصل بالأمر” (memutuskan sebuah
perkara).[3]
Pada umumnya, pengertian hukum dapat diartikan sangat beragam sebagai berikut:[4]
1. Hukum diartikan sebagai produk keputusan penguasa; perangkat peraturan yang
ditetapkan penguasa seperti UUD dan lain-lain.
2. Hukum diartikan sebagai produk keputusan hakim; putusan-putusan yang
dikeluarkan hakim dalam menghukum sebuah perkara yang dikenal dengan
jurisprudence (yurisprodensi).
3. Hukum diartikan sebagai petugas/pekerja hukum; hukum diartikan sebagai sosok
seorang petugas hukum seperti polisi yang sedang bertugas. Pandagan ini sering
dijumpai di dalam masyarakat tradisionil.
4. Hukum diartikan sebagai wujud sikap tindak/perilaku; sebuah perilaku yang
tetap sehingga dianggap sebagai hukum. Seperti perkataan: “setiap orang yang
kos, hukumnya harus membayar uang kos”. Sering terdengar dalam pembicaraan
masyarakat dan bagi mereka itu adalah aturannya/hukumnya.
5. Hukum diartikan sebagai sistem norma/kaidah; kaidah/norma adalah aturan yang
hidup ditengah masyarakat. Kaidah/norma ini dapat berupa norma kesopanan,
kesusilaan, agama dan hukum (yang tertulis) uang berlakunya mengikat kepada
seluruh anggota masyarakat dan mendapat sanksi bagi pelanggar.
6. Hukum diartikan sebagai tata hukum; berbeda dengan penjelasan angka 1, dalam
konteks ini hukum diartikan sebagai peraturan yang saat ini sedang berlaku
(hukum positif) dan mengatur segala aspek kehidupan masyarakat, baik yang
menyangkut kepentingan individu (hukum privat) maupun kepentingan dengan negara
(hukum publik). Peraturan privat dan publik ini terjelma di berbagai aturan
hukum dengan tingkatan, batas kewenangan dan kekuatan mengikat yang berbeda
satu sama lain. Hukum sebagai tata hukum, keberadaannya digunakan untuk
mengatur tata tertib masyarakat dan berbentuk hierarkis.
7. Hukum diartikan sebagai tata nilai; hukum mengandung nilai tentang
baik-buruk, salah-benar, adil-tidak adil dan lain-lain, yang berlaku secara
umum.
8. Hukum diartikan sebagai ilmu; hukum yang diartikan sebagai pengetahuan yang
akan dijelaskan secara sistematis, metodis, objektif, dan universal. Keempat
perkara tersebut adalah syarat ilmu pengetahuan.
9. Hukum diartikan sebagai sistem ajaran (disiplin hukum); sebagai sistem
ajaran, hukum akan dikaji dari dimensi dassollen dan das-sein. Sebagai
das-sollen, hukum menguraikan tentang hukum yang dicita-citakan. Kajian ini
akan melahirkan hukum yang seharusnya dijalankan. Sedangkan sisi das-sein
mrupakan wujud pelaksanaan hukum pada masyarakat. Antara das-sollen dan
das-sein harus sewarna. Antara teori dan praktik harus sejalan. Jika das-sein
menyimpang dari das-sollen, maka akan terjadi penyimpangan pelaksanaan hukum.
10. Hukum diartikan sebagai gejala sosial; hukum merupakan suatu gejala yang
berada di masyarakat. Sebagai gejala sosial, hukum bertuuan untuk mengusahakan
adanya keseimbangan dari berbagai macam kepentingan seseorang dalam masyarakat,
sehingga akan meminimalisasi terjadinya konflik. Proses interaksi anggota
masyarakat untuk mencukupi kepentingan hidupnya, perlu dijaga oleh
aturan-aturan hukum agar hubungan kerjasama positif antar anggota masyarakat
dapat berjalan aman dan tertib.[5]
Hukum secara terminologis pula masih sangat sulit untuk diberikan secara tepat
dan dapat memuaskan. Ini dikarenakan hukum itu mempunyai segi dan bentuk yang
sangat banyak, sehingga tidak mungkin tercakup keseluruhan segi dan bentuk
hukum itu di dalam suatu definisi.[6]
Kenyataan ini juga adalah apa yang diungkapkan Dr. W.L.G. Lemaire dalam bukunya
“Het Recht in Indonesia”.[7]
Sebagai gambaran, Prof. Sudiman Kartohadiprodjo, memberi contoh-contoh tentang
definisi Hukum yang berbeda-beda sebagai berikut:
1. Aristoteles: “Particular law is that which each community lays down and
applies to its own members. Universal law is the law of nature” (Hukum tertentu
adalah sebuah hukum yang setiap komunitas meletakkan ia sebagai dasar dan
mengaplikasikannya kepada anggotanya sendiri. Hukum universal adalah hukum
alam).
2. Grotius: “Law is a rule of moral action obliging to that which is right”
(Hukum adalah sebuah aturan tindakan moral yang akan membawa kepada apa yang
benar).
3. Hobbes: “Where as law, properly is the word of him, that by right had
command over others” (Pada dasarnya hukum adalah sebuah kata seseorang, yang
dengan haknya, telah memerintah pada yang lain).
4. Phillip S. James: “Law is body of rule for the guidance of human conduct
which are imposed upon, and enforced among the members of a given state” (Hukum
adalah tubuh bagi aturan agar menjadi petunjuk bagi kelakuan manusia yang mana
dipaksakan padanya, dan dipaksakan terhadap ahli dari sebuah negara).
5. Immanuel Kant: “Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini
kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.[8]
Akan tetapi, walaupun tidak mungkin diadakan suatu definisi yang lengkap
tentang apakah hukum itu, namun Drs. E. Utrecht, S.H. dalam bukunya yang
berjudul “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”, telah mencoba membuat sebuah
batasan, yang maksudnya sebagai pegangan bagi orang yang sedang mempelajari
ilmu hukum. Batasan tersebut adalah “Hukum itu adalah himpunan
peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus
tata-tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”.[9]
Selain dari Utrecht, sarjana hukum lainnya juga telah berusaha merumuskan
tentang apakah hukum itu:
1. Prof. Mr. EM. Meyers: “Hukum adalah semua peraturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan, ditujukan pada tingkah laku manusia dalam masyarakat
dan menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya”.
2. Leon Duquit: “Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat,
aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu
masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar
menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu”.
3. SM. Amin, SH.: “Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari
norma-norma dan sanksi-sanksi yang disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah
mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan
ketertiban terjamin”.
4. MH. Tirtaatmidjaja, SH.: “Hukum adalah seluruh aturan (norma) yang harus
diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan
ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu, akan
membahagiakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan
kemerdekaan dan didenda”.
5. Wasis Sp.: “Hukum adalah perangkat peraturan baik yang bentuknya tertulis
atau tidak tertulis, dibuat oleh penguasa yang berwenang, mempunyai sifat memaksa
dan atau mengatur, mengandung sanksi bagi pelanggarnya, ditujukan pada tingkah
laku manusia dengan maksud agar kehidupan individu dan masyarakat terjamin
keamanan dan ketertibannya”.[10]
B. Unsur, Ciri-Ciri dan Sifat Hukum
Setelah melihat definisi-definisi hukum tersebut, dapat diambil kesimpulan,
bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan itu bersifat memaksa.
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.[11]
Selanjutnya, agar hukum itu dapat dikenal dengan baik, haruslah mengetahui
ciri-ciri hukum. Menurut C.S.T. Kansil, S.H., ciri-ciri hukum adalah sebagai
berikut:
a. Terdapat perintah dan/atau larangan.
b. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.[12]
Setiap orang berkewajiban untuk bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat,
sehingga tata-tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan
sebaik-baiknya. Oleh karena itu, hukum meliputi pelbagai peraturan yang
menentukan dan mengatur perhubungan orang yang satu dengan yang lainnya, yakni
peraturan-peraturan hidup bermasyarakat yang dinamakan dengan ‘Kaedah Hukum’.[13]
Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar suatu ‘Kaedah Hukum’ akan dikenakan
sanksi (sebagai akibat pelanggaran ‘Kaedah Hukum’) yang berupa ‘hukuman’.[14]
Pada dasarnya, hukuman atau pidana itu berbagai jenis bentuknya. Akan tetapi,
sesuai dengan Bab II (PIDANA), Pasal 10, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) adalah:
a. Pidana pokok:
1. pidana mati;
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda;
5. pidana tutupan.
b. Pidana tambahan:
1. pencabutan hak-hak tertentu;
2. perampasan barang-barang tertentu;
3. pengumuman putusan hakim.
Sedangkan sifat bagi hukum adalah sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan
peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya
mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas
(berupa hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mematuhinya. Ini harus diadakan
bagi sebuah hukum agar kaedah-kaedah hukum itu dapat ditaati, karena tidak
semua orang hendak mentaati kaedah-kaedah hukum itu.[15]
C. Fungsi dan Tujuan Hukum
Keterangan yang telah dikemukakan memiliki sebuah kesimpulan yaitu hukum selalu
melekat pada manusia bermasyarakat. Dengan berbagai peran hukum, maka hukum
memiliki fungsi: “menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul”. Lebih rincinya, fungsi hukum dalam
perkembangan masyarakat dapat terdiri dari:
1. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam arti, hukum
berfungsi menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk, sehingga
segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin: dikarenakan
hukum memiliki sifata dan ciri-ciri yang telah disebutkan, maka hukum dapat
memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan siapa yang
benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi bagi
pelanggarnya.
3. Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari hukum
dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Di sini
hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.
4. Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh
melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa yang
memilih sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum konstitusi negara.
5. Sebagai alat penyelesaian sengketa: seperti contoh persengekataan harta
waris dapat segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam
hukum perdata.
6. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan
esensial antara anggota-anggota masyarakat.[16]
Dari sekian penegertian, unsur, ciri-ciri, sifat, dan fungsi hukum, maka tujuan
dari perwujudan hukum itu haruslah ada. Sesuai dengan banyaknya pendapat
tentang pengertian hukum, maka tujuan hukum juga terjadi perbedaan pendapat
antara satu ahli dengan ahli yang lain. Berikut ini beberapa pendapat ahli
hukum tentang tujuan hukum:
1. Prof. Lj. Van Apeldorn: Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam
masyarakat secara damai dan adil. Demi mencapai kedamaian hukum harus
diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara
kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh
(sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Apeldorn ini dapat
dikatakan jalan tengah antara dua teori tujuan hukum, teori etis dan utilitis.
2. Aristoteles: Tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari
hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa
yang tidak adil.
3. Prof. Soebekti: Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Dalam melayani tujuan
negara, hukum akan memberikan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya.
4. Geny (Teori Ethic): Menurut Geny dengan teori etisnya, bahwa tujuan hukum adalah
untuk keadilan semata-mata. Tujuan hukum ditentukan oleh unsur keyakinan
seseorang yang dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau tidak, berada pada
sisi batin seseorang, menjadi tumpuan dari teori ini. Kesadaran etis yang
berada pada tiap-tiap batin orang menjadi ukuran untuk menentukan warna
keadilan dan kebenaran.[17]
5. Jeremy Bentham (Teori Utility): Menurut Bentham dengan teori utilitasnya,
bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Pendapat ini
dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat
umum tanpa memperhatikan soal keadilan. Maka teori ini menetapkan bahwa tujuan
hukum ialah untuk memberikan faedah sebanyak-sebanyaknya.
6. J.H.P. Bellefroid: Bellefroid menggabungkan dua pandangan ekstrem tersebut.
Menurut Bellefroid, isi hukum harus ditentukan menurut dua asas yaitu asas
keadilan dan faedah.
7. Prof. J Van Kan: Tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia
supaya kepentingan-kepentingannya tidak dapat diganggu. Dengan tujuan ini, akan
dicegah terjadinya perilaku main hakim sendiri terhadap orang lain, karena
tindakan itu dicegah oleh hukum.[18]
BAB III
KESIMPULAN
1. Pengertian hukum itu sangat banyak karena terdapat banyak sisi pandang
terhadap hukum, akan tetapi, sebuah definisi bagi hukum yang dapat menjadi
pedoman adalah “Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan
(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu
masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”
2. Unsur-unsur hukum adalah peraturan tingkah laku manusia yang diadakan oleh
badan resmi, bersifat memaksa, terdapat sanksi tegas bagi pelanggarnya; dan
ciri-cirinya adalah terdapat perintah dan/atau larangan serta harus dipatuhi
setiap orang; sedangkan sifatnya adalah mengatur dan memaksa.Fungsi hukum
adalah sebagai alat pengatur tata tertib, sebagai sarana untuk mewujudkan
keadilan sosial lahir dan batin, sebagai sarana penggerak pembangunan, sebagai
penentuan alokasi wewenang, sebagai alat penyelesaian sengketa, berfungsi
memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
kehidupan yang berubah; dengan tujuan mengatur tata tertib dalam masyarakat
secara damai dan adil, dapat melayani kehendak negara yaitu mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat, demi keadilan dan/atau berfaedah bagi
rakyat yang mana dapat menjaga kepentingan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar