Senin, 10 September 2012

Keunikan dan Kelucuan Pesohor-Pesohor Dunia





1. Tentu Anda semua kenal dengan Kubilai Khan. Yup, kaisar Mongol yang sangat kejam dan ekspansif ini ternyata memiliki sisi toleransi yang sangat tinggi. Percaya tidak, Kubilai Khan adalah tokoh pemimpin dunia pertama yang menyatakan bahwa hari-hari besar agama Buddha, Kristen, Yahudi, dan Islam dijadikan sebagai hari libur resmi kenegaraan. Asal tahu saja, Kubilai Khan adalah cucu dari Genghis Khan yang sangat legendaris itu yang memiliki kekuasaan yang merentang dari perbatasan eropa, Timur Tengah, hingga hampir seluruh Asia Timur pada abad ke-13. Dengan kata lain, hari libur resmi kenegaraan pada tiap hari besar agama di dunia memang memungkinkan untuk dilakukan oleh Kubilai Khan karena luasnya wilayah kekuasaannya.


2. Galileo Galilei memang manusia yang kurang beruntung selama hidupnya. Bahkan setelah mati sekalipun, Galileo tetap mengalami kesulitan. Setelah pandangan-pandangan ilmiahnya soal tata surya membuat dirinya berurusan dengan pihak gereja, kematiannya pun dirundung masalah. Saat kematiannya pada tahun 1642, jasadnya tidak langsung dikubur, tapi tetap disimpan hingga tahun 1737,kira-kira hampis seabad. Tak cukup hanya itu, sebelum dikubur di Gereja Santa Croce, Florence, Italia, seorang bangsawan tega memotong tiga jari Galileo sebagai “kenang-kenangan”. Dua dari jari itu kemudian dimiliki oleh seorang dokter Italia, dan jari ketiga-sepotong jari tengah-saat ini berada di Museum Sejarah Ilmu Pengetahuan di Florence, Italia, dipajang menunjuk ke langit di atas tiang marmer.

3. Abraham Lincoln, tahun 1831 dia menagalami kebangkrutan dalam usahanya. Tahun 1832 dia menderita kekalahan dalam pemilihan tingkat lokal. Tahun 1833 dia kembali bangkrut. Tahun 1835 istrinya meninggal dunia. Tahun 1836 dia menderita tekanan mental yang sangat berat dan hampir saja masuk rumah sakit jiwa. Tahun 1837, dia kalah dalam suatu kontes pidato. Tahun 1840, ia gagal dalam pemilihan anggota senat AS. Tahun 1842, dia menderita kekalahan untuk duduk di dalam kongres AS. Tahun 1848 ia kalah lagi di kongres. Tahun 1855, lagi-lagi gagal di senat. Tahun 1856 ia kalah dalam menduduki kursi wakil presiden. Tahun 1858 ia kalah lagi di senat. Tahun 1860 akhirnya dia menjadi presiden Amerika Serikat. Inti keunikan-nya adalah tidak pernah menyerah dengan berbagai kegagalan yang pernah dialami, bahkan seberat apapun cobaan itu. Coba dan coba lagi!

4. Johannes Brahms (1833-1897), komposer besar Jerman, adalah salah seorang yang sangat membenci binatang. Di kala santai atau sedang mencari inspirasi, komposer ini sering pergi ke loteng rumahnya dan mempersiapkan busur dan anak panah. Di sana hampir tiap waktu ia memanah kucing-kucing milik tetangganya. Kebiasaan buruk ini terus dilakukannya hingga sepanjang hidupnya!


5. Napoeon Bonaparte, saat berperang di Timur Tengah tahun 1799 bermaksud melepaskan 1200 tentara Turki yang berhasil ditawan Perancis, ketika Perancis berhasil merebut Jaffa. Saat itu Napoleon sedang terserang influenza. Saat menginspeksi pasukan, Napoleon terserang batuk berat hingga ia mengatakan “Ma sacre toux” (Batuk sialan). Perwira pendamping Napoleon merasa sang jenderal mengatakan “Massacrez Tous” (Bunuh semua). Akibatnya, seluruh 1200 orang tawanan Turki itu dibunuh. Hanya karena batuk sang jendral dan kuping perwira yang error!

6. Wilhelm Steinitz adalah salah satu pemain catur paling cemerlang di dunia. Namun saat semakin tua, ia secara perlahan-lahan dijangkiti kegilaan, dan sering merasa bahwa ia dapat menelepon seseorang tanpa menggunakan telepon, ataupun bermain catur tanpa menyentuh bidak. Puncak kegilaannya terjadi saat Steinitz mengumumkan kepada masyarakat luas bahwa ia hendak menantang Tuhan untuk bermain catur. Lebih parah lagi, ia menawarkan fur satu bidak dalam pertandingan ini! Gile bener…

Pengantar Ilmu Hukum

PENGERTIAN, UNSUR, CIRI, SIFAT, FUNGSI, DAN TUJUAN HUKUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adalah sebuah perkara yang selalu diucapkan oleh setiap golongan yang memiliki latar belakang yang berlainan; seperti ulama misalnya berkata “hukum solat adalah wajib”, atau seorang guru yang berkata pada muridnya “barangsiapa yang datang lambat akan dihukum berdiri selama satu jam”. Tidak luput dari ucapan seorang filosof yang berkata “hukum alam sudah menentukan hal tersebut”.
Akan tetapi, dari sekian orang yang mendengar kata-kata tersebut, sangat jarang yang mengerti apakah hukum itu sebenarnya, serta berbagai sosok yang berhubungan dengannya.
Agar dapat memahami apakah hukum itu, setiap perkara yang berkaitan dengan hukum itu haruslah diteliti, seperti unsur, ciri-ciri, sifat, fungsi, dan yang paling penting adalah tujuan dari wujudnya hukum tersebut.
Dengan mengetahui perkara-perkara ini, hukum dapat dimaknai dengan makna yang sebenarnya sehingga tidak akan menyisakan keraguan akan keberadaannya dari segi kenapa manusia perlu hukum.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Pengertian dari hukum.
2. Unsur-unsur, ciri-ciri, serta sifat dari hukum.
3. Fungsi dan Tujuan bagi hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum
Kata hukum secara etimologis biasa diterjemahkan dengan kata ‘law’ (Inggris), ‘recht’ (Belanda), ‘loi atau droit’ (Francis), ‘ius’ (Latin), ‘derecto’ (Spanyol), ‘dirrito’ (Italia).[1] Dalam bahasa Indonesia, kata hukum diambil dari bahasa Arab[2] yaitu “حكم – يحكم – حكما”, yang berarti “قضى و فصل بالأمر” (memutuskan sebuah perkara).[3]
Pada umumnya, pengertian hukum dapat diartikan sangat beragam sebagai berikut:[4]
1. Hukum diartikan sebagai produk keputusan penguasa; perangkat peraturan yang ditetapkan penguasa seperti UUD dan lain-lain.
2. Hukum diartikan sebagai produk keputusan hakim; putusan-putusan yang dikeluarkan hakim dalam menghukum sebuah perkara yang dikenal dengan jurisprudence (yurisprodensi).
3. Hukum diartikan sebagai petugas/pekerja hukum; hukum diartikan sebagai sosok seorang petugas hukum seperti polisi yang sedang bertugas. Pandagan ini sering dijumpai di dalam masyarakat tradisionil.
4. Hukum diartikan sebagai wujud sikap tindak/perilaku; sebuah perilaku yang tetap sehingga dianggap sebagai hukum. Seperti perkataan: “setiap orang yang kos, hukumnya harus membayar uang kos”. Sering terdengar dalam pembicaraan masyarakat dan bagi mereka itu adalah aturannya/hukumnya.
5. Hukum diartikan sebagai sistem norma/kaidah; kaidah/norma adalah aturan yang hidup ditengah masyarakat. Kaidah/norma ini dapat berupa norma kesopanan, kesusilaan, agama dan hukum (yang tertulis) uang berlakunya mengikat kepada seluruh anggota masyarakat dan mendapat sanksi bagi pelanggar.
6. Hukum diartikan sebagai tata hukum; berbeda dengan penjelasan angka 1, dalam konteks ini hukum diartikan sebagai peraturan yang saat ini sedang berlaku (hukum positif) dan mengatur segala aspek kehidupan masyarakat, baik yang menyangkut kepentingan individu (hukum privat) maupun kepentingan dengan negara (hukum publik). Peraturan privat dan publik ini terjelma di berbagai aturan hukum dengan tingkatan, batas kewenangan dan kekuatan mengikat yang berbeda satu sama lain. Hukum sebagai tata hukum, keberadaannya digunakan untuk mengatur tata tertib masyarakat dan berbentuk hierarkis.
7. Hukum diartikan sebagai tata nilai; hukum mengandung nilai tentang baik-buruk, salah-benar, adil-tidak adil dan lain-lain, yang berlaku secara umum.
8. Hukum diartikan sebagai ilmu; hukum yang diartikan sebagai pengetahuan yang akan dijelaskan secara sistematis, metodis, objektif, dan universal. Keempat perkara tersebut adalah syarat ilmu pengetahuan.
9. Hukum diartikan sebagai sistem ajaran (disiplin hukum); sebagai sistem ajaran, hukum akan dikaji dari dimensi dassollen dan das-sein. Sebagai das-sollen, hukum menguraikan tentang hukum yang dicita-citakan. Kajian ini akan melahirkan hukum yang seharusnya dijalankan. Sedangkan sisi das-sein mrupakan wujud pelaksanaan hukum pada masyarakat. Antara das-sollen dan das-sein harus sewarna. Antara teori dan praktik harus sejalan. Jika das-sein menyimpang dari das-sollen, maka akan terjadi penyimpangan pelaksanaan hukum.
10. Hukum diartikan sebagai gejala sosial; hukum merupakan suatu gejala yang berada di masyarakat. Sebagai gejala sosial, hukum bertuuan untuk mengusahakan adanya keseimbangan dari berbagai macam kepentingan seseorang dalam masyarakat, sehingga akan meminimalisasi terjadinya konflik. Proses interaksi anggota masyarakat untuk mencukupi kepentingan hidupnya, perlu dijaga oleh aturan-aturan hukum agar hubungan kerjasama positif antar anggota masyarakat dapat berjalan aman dan tertib.[5]
Hukum secara terminologis pula masih sangat sulit untuk diberikan secara tepat dan dapat memuaskan. Ini dikarenakan hukum itu mempunyai segi dan bentuk yang sangat banyak, sehingga tidak mungkin tercakup keseluruhan segi dan bentuk hukum itu di dalam suatu definisi.[6] Kenyataan ini juga adalah apa yang diungkapkan Dr. W.L.G. Lemaire dalam bukunya “Het Recht in Indonesia”.[7]
Sebagai gambaran, Prof. Sudiman Kartohadiprodjo, memberi contoh-contoh tentang definisi Hukum yang berbeda-beda sebagai berikut:
1. Aristoteles: “Particular law is that which each community lays down and applies to its own members. Universal law is the law of nature” (Hukum tertentu adalah sebuah hukum yang setiap komunitas meletakkan ia sebagai dasar dan mengaplikasikannya kepada anggotanya sendiri. Hukum universal adalah hukum alam).
2. Grotius: “Law is a rule of moral action obliging to that which is right” (Hukum adalah sebuah aturan tindakan moral yang akan membawa kepada apa yang benar).
3. Hobbes: “Where as law, properly is the word of him, that by right had command over others” (Pada dasarnya hukum adalah sebuah kata seseorang, yang dengan haknya, telah memerintah pada yang lain).
4. Phillip S. James: “Law is body of rule for the guidance of human conduct which are imposed upon, and enforced among the members of a given state” (Hukum adalah tubuh bagi aturan agar menjadi petunjuk bagi kelakuan manusia yang mana dipaksakan padanya, dan dipaksakan terhadap ahli dari sebuah negara).
5. Immanuel Kant: “Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.[8]
Akan tetapi, walaupun tidak mungkin diadakan suatu definisi yang lengkap tentang apakah hukum itu, namun Drs. E. Utrecht, S.H. dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”, telah mencoba membuat sebuah batasan, yang maksudnya sebagai pegangan bagi orang yang sedang mempelajari ilmu hukum. Batasan tersebut adalah “Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”.[9]
Selain dari Utrecht, sarjana hukum lainnya juga telah berusaha merumuskan tentang apakah hukum itu:
1. Prof. Mr. EM. Meyers: “Hukum adalah semua peraturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan pada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya”.
2. Leon Duquit: “Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu”.
3. SM. Amin, SH.: “Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi yang disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terjamin”.
4. MH. Tirtaatmidjaja, SH.: “Hukum adalah seluruh aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu, akan membahagiakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaan dan didenda”.
5. Wasis Sp.: “Hukum adalah perangkat peraturan baik yang bentuknya tertulis atau tidak tertulis, dibuat oleh penguasa yang berwenang, mempunyai sifat memaksa dan atau mengatur, mengandung sanksi bagi pelanggarnya, ditujukan pada tingkah laku manusia dengan maksud agar kehidupan individu dan masyarakat terjamin keamanan dan ketertibannya”.[10]
B. Unsur, Ciri-Ciri dan Sifat Hukum
Setelah melihat definisi-definisi hukum tersebut, dapat diambil kesimpulan, bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan itu bersifat memaksa.
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.[11]
Selanjutnya, agar hukum itu dapat dikenal dengan baik, haruslah mengetahui ciri-ciri hukum. Menurut C.S.T. Kansil, S.H., ciri-ciri hukum adalah sebagai berikut:
a. Terdapat perintah dan/atau larangan.
b. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.[12]
Setiap orang berkewajiban untuk bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata-tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, hukum meliputi pelbagai peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan orang yang satu dengan yang lainnya, yakni peraturan-peraturan hidup bermasyarakat yang dinamakan dengan ‘Kaedah Hukum’.[13]
Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar suatu ‘Kaedah Hukum’ akan dikenakan sanksi (sebagai akibat pelanggaran ‘Kaedah Hukum’) yang berupa ‘hukuman’.[14]
Pada dasarnya, hukuman atau pidana itu berbagai jenis bentuknya. Akan tetapi, sesuai dengan Bab II (PIDANA), Pasal 10, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah:
a. Pidana pokok:
1. pidana mati;
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda;
5. pidana tutupan.
b. Pidana tambahan:
1. pencabutan hak-hak tertentu;
2. perampasan barang-barang tertentu;
3. pengumuman putusan hakim.
Sedangkan sifat bagi hukum adalah sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mematuhinya. Ini harus diadakan bagi sebuah hukum agar kaedah-kaedah hukum itu dapat ditaati, karena tidak semua orang hendak mentaati kaedah-kaedah hukum itu.[15]
C. Fungsi dan Tujuan Hukum
Keterangan yang telah dikemukakan memiliki sebuah kesimpulan yaitu hukum selalu melekat pada manusia bermasyarakat. Dengan berbagai peran hukum, maka hukum memiliki fungsi: “menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul”. Lebih rincinya, fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat dapat terdiri dari:
1. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam arti, hukum berfungsi menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk, sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin: dikarenakan hukum memiliki sifata dan ciri-ciri yang telah disebutkan, maka hukum dapat memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan siapa yang benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi bagi pelanggarnya.
3. Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Di sini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.
4. Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa yang memilih sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum konstitusi negara.
5. Sebagai alat penyelesaian sengketa: seperti contoh persengekataan harta waris dapat segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam hukum perdata.
6. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.[16]
Dari sekian penegertian, unsur, ciri-ciri, sifat, dan fungsi hukum, maka tujuan dari perwujudan hukum itu haruslah ada. Sesuai dengan banyaknya pendapat tentang pengertian hukum, maka tujuan hukum juga terjadi perbedaan pendapat antara satu ahli dengan ahli yang lain. Berikut ini beberapa pendapat ahli hukum tentang tujuan hukum:
1. Prof. Lj. Van Apeldorn: Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Demi mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Apeldorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara dua teori tujuan hukum, teori etis dan utilitis.
2. Aristoteles: Tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.
3. Prof. Soebekti: Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Dalam melayani tujuan negara, hukum akan memberikan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya.
4. Geny (Teori Ethic): Menurut Geny dengan teori etisnya, bahwa tujuan hukum adalah untuk keadilan semata-mata. Tujuan hukum ditentukan oleh unsur keyakinan seseorang yang dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau tidak, berada pada sisi batin seseorang, menjadi tumpuan dari teori ini. Kesadaran etis yang berada pada tiap-tiap batin orang menjadi ukuran untuk menentukan warna keadilan dan kebenaran.[17]
5. Jeremy Bentham (Teori Utility): Menurut Bentham dengan teori utilitasnya, bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan. Maka teori ini menetapkan bahwa tujuan hukum ialah untuk memberikan faedah sebanyak-sebanyaknya.
6. J.H.P. Bellefroid: Bellefroid menggabungkan dua pandangan ekstrem tersebut. Menurut Bellefroid, isi hukum harus ditentukan menurut dua asas yaitu asas keadilan dan faedah.
7. Prof. J Van Kan: Tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingannya tidak dapat diganggu. Dengan tujuan ini, akan dicegah terjadinya perilaku main hakim sendiri terhadap orang lain, karena tindakan itu dicegah oleh hukum.[18]
BAB III
KESIMPULAN
1. Pengertian hukum itu sangat banyak karena terdapat banyak sisi pandang terhadap hukum, akan tetapi, sebuah definisi bagi hukum yang dapat menjadi pedoman adalah “Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”
2. Unsur-unsur hukum adalah peraturan tingkah laku manusia yang diadakan oleh badan resmi, bersifat memaksa, terdapat sanksi tegas bagi pelanggarnya; dan ciri-cirinya adalah terdapat perintah dan/atau larangan serta harus dipatuhi setiap orang; sedangkan sifatnya adalah mengatur dan memaksa.Fungsi hukum adalah sebagai alat pengatur tata tertib, sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin, sebagai sarana penggerak pembangunan, sebagai penentuan alokasi wewenang, sebagai alat penyelesaian sengketa, berfungsi memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah; dengan tujuan mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil, dapat melayani kehendak negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat, demi keadilan dan/atau berfaedah bagi rakyat yang mana dapat menjaga kepentingan rakyat.

Minggu, 09 September 2012

Berpikir Dewasa Belum Tentu Bersikap Dewasa

Beberapa hari lalu saya sering meliha postingan teman-teman atau rekan-rekan di maillist maupun di group facebook, yaitu banyak yang selalu berfikir kritis terhadap dogma agama maupun pada sistem pemerintahan dari bentuk khilafah dan juga demokrasi. Karena mungkin mereka merasa terpanggil untuk memperbaiki semua keadaan dari krisis moral, ekonomi dan juga kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas.
Pembahasan pada kemiskinan dan moral selalu menjadi dasar bahasan. Perasaan dan semua pola pikir mengingatkan kita pada keadaan orang-orang yang menjadi objek bahasan yaitu orang yang hidup dibawah garis kemiskinan (proletar) tersebut. Totalitas kesimpulan yang ada pada mereka sangat banyak dalam pandangan terhadap alasan kemiskinan dan moral itu, karena mungkin mereka itu mengikuti dogma agama tanpa kritis terhadap agama yang dianutnya, mungkin mereka itu korban kemalasan, dan mungkin juga mereka korban peradaban ataupun korban sistem yang salah.
Kalau kita mau jujur sebenarnya hal ini telah menjadi persoalan kemanusiaan yang jauh lebih dalam dan lebih penting yang bukan hanya menghabiskan waktu untuk berdiskusi/berdebat pada kesempatan tertentu saja. Walaupun wawasan kita bertambah tapi apakah semua itu bermanfaat buat mereka (orang yang hidup dibawah garis kemiskinan) yang jauh lebih membutuhkan sikap nyata kita. Dan apakah keadaan mereka bisa berubah hanya dengan nasehat-nasehat yang kita berikan dan doa-doa yang kita panjatkan buat mereka?
Berangkat dari pengalaman saya dan mungkin bukan saya saja yang melihat banyak orang berdoa sampai menangis dengan cucuran air mata (Fundamentalis tanpa sikap kritis), mereka yang berfikir (Intelektual tanpa bersikap) dan juga mereka (Pelaku spiritualitas tanpa sikap kritis). Mereka hanya asik bermain dalam keadaan yang hinggap pada backgroundnya masing-masing dan mereka selalu merasa sudah menjalankan apa yang menjadi panggilan semu terhadap keadaan kemiskinan dan keadilan tersebut.
Dan bila kita mau mengakui dan lebih bersikap jujur pada diri ini bahwa kitalah sendiri yang sebenarnya menjadi penghalang terbesar terhadap keadaan kemiskinan yang ada dan keadilan yang seharusnya mereka (proletar) dapatkan. Penghalang terbesar ini seperti tembok raksasa yang menjadi penghambat terangkuh dan terkuat yang hanya bisa di robohkan dengan sikap kritis diri sendiri dari pada kritis keluar diri (sudahkah kita berbuat sesuatu yang berguna, walaupun hal kecil terhadap mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan)
Sekarang kita mulai dengan semua pertanyaan-pertanyaan klasik terhadap tujuan hidup ini. Apa anda selalu memaknai hidup ini? Apa anda sudah melupakannya? Apa yang anda dapat dari pengaruh ajaran agama anda selama ini? Apa yang anda dapat dari pengaruh dari sistem yang anda banggakan selama ini? Apa itu semua telah mengubah kemiskinan di negara ini? Apa dengan itu semua terciptanya keadilan bagi mereka (kaum proletar) dalam hal pendidikan ataupun kesejahteraan? Apa kita sudah merasa bangga terhadap keadaan sekarang ini?
Berfikir dewasa belum tentu bersikap dewasa, kenapa? Karena memang inilah yang terjadi bukan? kita terlalu asik bermain pada awal tujuan tapi melupakan proses nyata yaitu bersikap pada kenyataan hidup, karena hidup bukan hanya berfikir yang hanya memasukan pengetahuan dalam gagasan, saya sangat yakin bahwa hidup bukan hanya dalam konsep ide dan tujuan tapi juga dengan gerak. Dan gerak disini dalam arti proses bersikap yaitu menjalankan semua yang sudah masuk dalam gagasan, imajinasi dan juga harapan dalam pemaknaan pada kehidupan nyata.
Manusia bisa saja dibilang manusia karena memang punya fikiran, ide dan mimpi tapi belum tentu di bilang kemanusiaan yaitu ke derajat yang lebih tinggi lagi. Kemanusiaan itu lahir dari sebuah rasa terhadap gerakan atas pemaknaan arti “manusia”sesungguhnya, karena gerak adalah bagian nyata hidup.
Kita selalu mengutamakan tujuan tapi kadang melupakan sikap (proses nyata) bukankah ini terbalik? Seharusnya tujuan itu menjadi awal segala bentuk sikap, tapi perlu di pastikan kembali bahwa proseslah yang utama, “tujuan adalah awal tapi yang utama adalah prosesnya. Coba anda melihat di sekililing anda yaitu kaum proletar apa mereka tidak nyata untuk dilihat dengan mata ini maupun dengan mata hati anda?.
Kita selalu ingin merasa nyaman, kita terus bohong pada diri sendiri terlebih pada kenyataan. Mimpi dan juga harapan kita satu, yaitu ingin kebahagian, begitupun kaum proletar sudah pasti juga ingin bahagia. Satu-satunya finalnya adalah dengan jalan sikap (gerak).
Beberapa kebodohan yang sulit dihilangkan sepanjang sejarah manusia antara lain perang atas pembelaan agama dan juga kita yang selalu merasa sudah menjalankan konsep harapan terhadap hidup nyata padahal kemungkinan besar hanya dalam konsep diskusi dan opini saja.
Kemanusiaan tidak memandang agama, kemanusiaan bukan karena ideologi dan kemanusiaan bukan hanya untuk dijadikan konsep, tapi bila kita sudah bersikap dengan rasa kemanusiaan itulah yang saya sebut sebagai orang yang beragama dan orang yang berintelektual (aksi) yang telah membuktikan sikap membantu kaum proletar dan ikut serta pada kegiatan kemanusiaan, inilah orang-orang yang sudah tepat menjalankan ideologi dan keyakinan agamanya.
Musuh nyata kita adalah diri kita sendiri (ego). Jadi masalahnya bukan agama dan ideologinya tapi egonya.
Pesan :
Tulisan ini hanya sebagai semangat “Kritis” terhadap pembenahan diri dari segala arah. Bukan untuk mendukung khilafah maupun demokrasi ataupun agama tertentu tapi lebih mengkritisi diri sendiri dibandingkan keluar diri dari pada menghabiskan waktu serta momen kehidupan di dunia ini yang hanya diisi dengan semua filosofis dan argumen-argumen kosong tanpa kenyataan.